Kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa diukur dengan menentukan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan perinatal dalam 100.000 persalinan hidup. Sedangkan tingkat kesejahteraan suatu bangsa ditentukan dengan seberapa jauh gerakan keluarga berencana dapat diterima masyarakat.
Angka kematian ibu dan kematian perinatal masih tinggi. Sebenarnya kematian tersebut masih dapat dihindari karena sebagian besar terjadi pada saat pertolongan pertama sangat diperlukan, tetapi penyelenggara kesehatan tidak sanggup untuk memberikan pelayanan. Penyebab kematian ibu masih tetap merupakan "trias klasik", sedangkan sebab kematian perinatal terutama oleh "trias asfiksia", infeksi,dantraumapersalinan.
Kematian dan kesakitan ibu dan perinatal juga berkaitan dengan pertolongan persalinan "dukun" sebanyak 80% dan berbagai faktor sosial budaya dan faktor pelayanan medis. Kematian ibu (maternal) bervariasi antara 5 sampai 800 per 100.000 persalinan, sedangkan kematian perinatal berkisar antara 25 sampai 750 per 100.000 persalinan hidup.
Oleh karena angka kematian ibu dan perinatal terbesar terjadi di negara berkembang maka WHO dan UNICEF mencetuskan ide Health for all by the years 2000, dengan harapan setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan pada tahun 2000. Konsep pelaksanaan Health for all by the years 2000 menjadi pelayanan kesehatan utama.
CONTENT (ISI) (WHAT)
Angka kematian ibu (AKI) masih tinggi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 2015 tercatat ada 305 ibu meninggal per 100 ribu orang. Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Keluarga Kemenkes Eni Gustina, tingginya angka kematian pada ibu dipengaruhi status kesehatan dan gizi yang rendah.
"Dilihat dari status kesehatan perempuan, khususnya ibu hamil, berdasarkan data Kemenkes, sekitar 28,8% ibu hamil menderita hipertensi. Hipertensi bisa mengakibatkan gangguan kardiovaskular yang menjadi faktor penyebab kematian pada ibu saat melahirkan.
Selain itu, 32,9% ibu hamil mengalami obesitas dan 37,1% menderita anemia, bisa disebabkan faktor gizi dan asupan makanan yang kurang. AKI berkolerasi dengan angka kematian bayi (AKB). Sebagai upaya meminimalkan faktor risiko keduanya, para ibu hamil diimbau melakukan pemeriksaan berkala secara rutin setiap empat bulan sekali selama masa kehamilan sekaligus pemindaian faktor risiko kelainan atau penyakit yang dapat meningkatkan risiko kematian saat persalinan.
"Intervensi pemerintah untuk masalah ini dimulai dari ibu saat diperiksa secara rutin sebagai rangkaian pelayanan antenatal secara terpadu. Setiap ibu hamil diberikan stiker P4K untuk ditempel di rumah dan buku KIA (kesehatan ibu dan anak) sebagai panduan.
P4K kependekan dari Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi. Setiap ibu hamil akan tercatat, terdata, dan terpantau. Stiker itu berisi data ibu hamil, taksiran persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transportasi yang digunakan, dan calon donor darah. Ibu hamil mendapatkan pelayanan yang paripurna. Kita mendorong para ibu menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Permasalahannya, cakupan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya dan bersalin di fasilitas kesehatan, menurut Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) 2016, baru sekitar 74,7%. "Artinya masih ada 25% ibu yang janinnya tumbuh dan berkembang tidak terpantau oleh tenaga kesehatan.
"Di samping faktor kesehatan, Kemenkes mencatat persalinan pada usia muda turut menyumbang tingginya AKI. 46,7% perempuan menikah di usia 10-19 tahun. Hal itu mengakibatkan kehamilan pada usia muda. Pada ibu yang melahirkan di usia di bawah 19 tahun, risiko kematiannya bisa meningkat karena belum siapnya rahim. Sementara itu, usia ideal melahirkan pada perempuan ialah 23 tahun.
"Ketika memasuki usia pra-nikah, kita persiapkan konseling dan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah agar mereka paham dan hamil pada usia yang sudah siap sehingga bisa melahirkan generasi yang sehat".
ACTOR (WHO)
Segitiga kebijakan kesehatan memiliki aktor di dalam perencanaan hingga penerapan kebijakan kesehatan.
a. Individu : Ibu Hamil dan Bayi
b. Kelompok : Tenaga Kesehatan
c. Organisasi : Dinas Kesehatan dan LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat)
KONTEKS (PROSES)
Beberapa faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu karena faktor terlambat dan terlalu. Ini semua terkait dengan faktor akses, sosial budaya, pendidikan, dan ekonomi.
Faktor risiko kematian ibu adalah terlalu tua hamil (hamil di atas usia 35 tahun) sebanyak. Terlalu muda untuk hamil (hamil di bawah usia 20 tahun), terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4) dan terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun).
Kematian ibu/ maternal mortality, merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan suatu bangsa. Hal ini karena apabila ditinjau dari penyebabnya, kematian ibu merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Penyebab kematian ibu telah dirinci menjadi dua, yaitu penyebab langsung adan penyebab tidak langsung.
Penyebab langsung
1. Perdarahan (42%)
2. Eklampsi/Preeklampsi (13%)
3. Abortus (11%)
4. Infeksi (10%)
5. Partus lama/persalinan macet (9%)
Penyebab tidak langsung
1. Pendidikan –> pendidikan ibu berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam pencapaian akses informasi yang terkait dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Masih banyak ibu dengan pendidikan rendah terutama yang tinggal di pedesaan yang menganggap bahwa kehamilan dan persalinan adalah kodrat wanita yang harus dijalani sewajarnya tanpa memerlukan perlakuan khusus (pemeriksaan dan perawatan).
2. Sosial ekonomi dan social budaya yang masih rendah –> pengaruh budaya setempat masih sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan ibu dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Contoh : budaya Indonesia mengutamakan kepala keluarga untuk mendapat makanan bergizi, dan ibu hamil hanya sisanya.
3. Empat (4) terlalu dalam melahirkan : Terlalu muda (batasan reproduksi sehat 20 – 35 tahun); Terlalu tua (kehamilan berisiko pada usia di atas 30 tahun); Terlalu sering (jarak ideal untuk melahirkan : 2 tahun); Terlalu banyak (jumlah persalinan di atas 4).
4. Tiga (3) terlambat
• Terlambat mengambil keputusan à sering dijumpai pada masyarakat kita, bahwa pengambil keputusan bukan di tangan ibu, tetapi pada suami atau orang tua, bahkan pada orang yang dianggap penting bagi keluarga. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam penentuan tindakan yang akan dilakukan dalam kasus kebidanan yang membutuhkan penanganan segera. Keputusan yang diambil tidak jarang didasari atas pertimbangan factor social budaya dan factor ekonomi.
• Terlambat dalam pengiriman ke tempat rujukan à keterlambatan ini paling sering terjadi akibat factor penolong (pemberi layanan di tingkat dasar).
• Terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan à keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan masalah di tingkat layanan rujukan. Kurangnya sumber daya yang memadai, sarana dan prasarana yang tidak mendukung dan kualitas layanan di tingkat rujukan, merupakan factor penyebab terlambatnya upaya penyelamatan kesehatan ibu.
EVALUASI
Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk menurunkan angka kematian ibu. Tiga (3) pesan kunci dalam MPS yang perlu diperhatikan adalah :
• Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
• Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat (memadai)
• Setiap wanita subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya nyata dalam menurunkan AKI di Indonesia melalui;
1. Peningkatan kualitas dan cakupan layanan, meliputi :
o Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan à penyediaan tenaga kesehatan di desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan di polindes/pustu/puskesmas, kemitraan bidan dengan dukun bayi, pelatihan bagi nakes.
o Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai standar à bidan desa di polindes, pustu, puskesmas dengan fasilitas PONED dan PONEK.
o Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran à KIE untuk mencegah 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas.
o Pemantapan kerjasama lintas program dan lintas sektoral à menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi, dan swasta.
o Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat à meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan keterlambatan dan penyediaan buku KIA ; kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalianan dan kegawatdaruratan ; pencegahan 4 terlalu ; penyediaan dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi.
2. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program melalui peningkatan kemampuan pengelola program, agar mampu melaksanakan, merencanakan dan mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah.
3. Sosialisasi dan advokasi melalui penyusunan hasil informasi cakupan program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk sosialisasi dan advokasi.
RAJA RISNA ADRIANI
1500029311
KELAS A