Monday, May 15, 2017

Fwd: Kebijakan Cuti bagi pekerja atau buruh Perempuan


---------- Pesan terusan ----------
Dari: Susan Feriana <susankidiw@gmail.com>
Tanggal: 13 Mei 2017 07.55
Subjek: Kebijakan Cuti bagi pekerja atau buruh Perempuan
Kepada: Firman@ikm.uad.ac.id


Kebijakan Cuti bagi Pekerja atau Buruh Perempuan

Berdasarkan UU Pasal 82 No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ('UUK"), pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) selama 1.5 atau kurang lebih 45 hari kalender sebelum saatnya melahirkan anak dan 1.5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Artinya, hak cuti hamil selama 1.5 bulan dan hak cuti melahirkan 1.5 bulan, telah diberikan oleh undang-undang secara normative dengan hak upah secara penuh atau berupah/ditanggung selama menjalani cuti hamil dan cuti melahirkan tersebut.
Selain cuti hamil dan melahirkan, dijelaskan pada Pasal 83 UU No. 13 Tahun 2003 pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan juga berhak memperoleh istirahat 1.5 bulan atau sesuai dengan keterangan dokter kandungan atau bidan. Pada pasal 83 UU No.13 Tahun 2003 untuk pekerja wanita yang anaknya masih menyusui berhak atas kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Selain itu dijelaskan pada Pasal 81 UU No.13 Tahun 2003 pekerja wanita yang merasakan sakit pada haid dan memberitahukan keadaannya kepada pengusaha berhak untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haidnya.  Dan pekerja wanita berhak atas upah penuh selama ia menjalankan cuti tersebut.
Namun memang pada praktiknya sering dijumpai beberapa penyimpangan yang terjadi, antara lain pekerja atau buruh perempuan yang sedang hamil mungkin tak selalu mudah menentukan kapan bias mengambil haknya untuk cuti hamil dan melahirkan. Misalnya, dalam hal pekerja tersebut melahirkan premature sehingga pekerja tersebut melahirkan sebelum mengurus hak cuti melahirkan.  Pekerja wanita yang merasakan sakit pada saat haid hanya diberi kesempatan untuk beristirahat di poliklinik ataupun ruangan khusus pelayanan kesehatan perusahaan saja. Ada pula pekerja wanita yang dipaksa untuk memperlihatkan darah haid sebagai bukti untuk mendapatkan cuti haid. Sebagian lagi pengusaha tidak keberatan pekerja wanita cuti haid tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja.
Penyimpangan lainnya yaitu pekerja wanita tidak  diijinkan cuti hamil selama 1.5 bulan sebelum melahirkan tetapi diberikan ijin cuti melahirkan selama 3 bulan. Padahal cuti hamil diberikan untuk menjaga agar wanita hamil tidak membahayakan diri dan kandungannya selama bekerja. Ada juga sebagian pengusaha yang mengijinkan pekerja wanita cuti hamil dan melahirkan tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja. Bahkan banyak terdengar bahwa pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja wanita yang hamil ataupun melahirkan.
Pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan tidak diberi cuti dengan alasan menggugurkan dengan sengaja. Apabila pekerja tersebut tidak masuk kerja maka dianggap menjalani cuti tahunan. Pekerja wanita tidak diberi kesempatan untuk menyusui. Andaipun diberi kesempatan tetapi tidak diberikan tempat yang layak untuk menyusui. Pekerja wanita yang bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00 tidak disediakan makanan bergizi dan angkutan antar-jemput.
Pengusaha yang tidak memberikan istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter atau bidandikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita antara pukul 23.00 s.d 07.00 tetapi tidak memenuhi kewajibannya dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sanksi hukum di atas diberikan tanpa mengurangi hak-hak pekerja wanita yang belum diberikan.
Para pekerja wanita sudah sepantasnya merasa tersanjung dengan prioritas yang diberikan. Tidak bijak bila memanfaatkan semua fasilitas yang diberikan untuk hal-hal yang tidak pada tempatnya. Wanita pekerja pantas disebut manusia separuh dewa bila berhasil meningkatkan produktivitas di tempat kerja tanpa menghambat produktivitas di rumah tangga.
Nama: Susan Feriana
NIM: 1500029080
Kelas AKK (A)