Thursday, May 25, 2017

tugas AKK kelas B (Kesehatan Ibu dan Anak)

Potrer seorang ibu yang melahirkan di pengungsian banjir Gedung Juang, Kabupaten Karawang Jawa Barat.


Permasalahan kesehatan yang masih tinggi kasus tingkat kematian yaitu angka kematian ibu dan bayi yang terkait identifikasi masalah dan pengenalan persoalan, perumusan kebijakan, dan implementasi kebijakan pada tingkat nasional dan daerah. Secara tradisional KIA adalah sebuah program vertikal yang diatur oleh kebijakan nasional. Sebagian besar kebijakan utama KIA adalah inisiatif nasional yang dipengaruhi oleh organisasi internasional seperti Bidan Desa, Membuat Kehamilan lebih Aman, dan Manajemen Terintegrasi dari Penyakit Masa Anak-anak, Kebijakan KIA adalah program yang sangat kuat di level pemerintah pusat, tetapi bukan termasuk yang penting di level pemerintah daerah. Di pemerintah pusat, kekuatan kebijakan KIA sangat jelas. Program KIA dibahas dengan baik di Tindakan-tindakan Kesehatan, Rencana Jangka Menengah dan Jangka Panjang Pemerintah, Kebijakan Bappenas dan dokumen rencana strategis Kementrian Kesehatan. Di sisi lain, kelemahan kebijakan utama nasional juga jelas. Tidak ada rencana pendanaan KIA berdasarkan intervensi efektif dalam implementasi kebijakan. Sebagai hasilnya, implementasi kebijakan menjadi tidak efektif.

Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 35/1000 kh. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM tahun 2009 untuk AKI adalah 226 per 100.000 kh dan AKB 26/1000 kh. Dengan demikian target tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi program KIA. Sebagaian besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Selama kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah diturunkan secara tajam, namun AKB menurut SDKI 2002-2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka tersebut masih tinggi dan saat ini mengalami penurunan secara lambat. Demikian juga jumlah kematian bayi 0-1 tahun cendrung menurun dari 5142 orang tahun 2011, menjadi 4803 orang tahun 2012 dan tahun 2013 menjadi 4306 orang. Dalam Rencana Pembangunan jangka panjang Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya adalah menurunkan AKB dari 35 1000 KH menjadi 26 per 1000 KH pada tahun 2009. Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab kematian bayi untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKB di ndicator.

Masih tingginya tingkat kematian ibu dan bayi tentu menjadi persoalan yang harus segera ditangani oleh pemerintah pusat. Karena penduduk Jawa Barat terbesar di Indonesia, maka Kalau AKI dan AKB tersebut diproyeksikan pada Provinsi Jawa Barat, maka Provinsi Jawa Barat menempati rangking teratas sebagai "penyumbang" kematian Ibu, demikian juga dalam kematian Bayi dan Bayi baru lahir. Meskipun, pada kenyataannya, berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diterima pada Dinas Kesehatan Jawa Barat jumlah Kematian Ibu cendrung menurun. Pada tahun 2011 jumlah Ibu meninggal karena kehamilan, persalinan dan nifas 850 orang pada tahun 2012 dan tahun 2013 menurun lagi menjadi 781 orang. Demikian juga jumlah kematian bayi 0-1 tahun cendrung menurun dari 5142 orang tahun 2011, menjadi 4803 orang tahun 2012 dan tahun 2013 menjadi 4306 orang. Kasus  Angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat masih merupakan yang tertinggi di Indonesia meski ada penurunan jumlah. Angka kematian ibu dan anak di Kabupaten Karawang merupakan yang tertinggi di Jawa Barat dengan angka kematian ibu dan bayi mencapai 359 kasus. Kepala Seksi Pusat Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Hadi Pramono di Aula Husni Hamid, Komplek Pemkab Karawang, Selasa 26 Juli 2016 menyatakan bahwa  faktor utama yang menyebabkan hal itu adalah minimnya sosialisasi yang dilakukan kepada rumah sakit, Puskesmas, dan pusat pelayanan kesehatan lainnya, sarana jalan aspal yang menghubungkan pusat kabupaten dan kecamatan dibangun pada tahun 1995. Kondisi jalan bervariasi (dilapis semen/cor, aspal, dan paving block, sirtu (pasir batu), dan tanah/lumpur), beberapa bagian jalan nampak sudah rusak terutama ketika mendekati pemukiman penduduk (berbatu dan berlumpur) yang semakin sulit dilalui jika hujan. Serta alat transportasi umum menuju ke desa ini tidak tersedia kecuali ojek motor atau mobil sewaan. Angkutan umum (angkutan perdesaan) hanya sampai kecamatan Batu Jaya dari arah Rengasdengklok. Dari pusat Kecamatan menuju kecamatan Batujaya harus ditempuh dengan naik ojek selama 30 menit dengan tarif Rp 20.000,00 sekali jalan.

Atas dasar tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang bekerja sama dengan EMAS dan USAID selenggarakan Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru lahir. Provincial Program Team Leader Emas Jawa Barat Djoko Sutikno menyatakan, Sijariemas berkontribusi memudahkan komunikasi antarfasilitas kesehatan. Untuk Karawang, sebenarnya sudah banyak rumah sakit yang mendapatkan program sosialisasi tentang tingginya angka kematian ibu dan anak namun baru tiga rumah sakit yang menjalankan program Sijariemas (Sistem Informasi Jejaring Rujukan Expanding Maternal And New Born Survival). Sistem yang diluncurkan Bupati Karawang September 2013 itu, sejak peluncurannya sudah sebanyak 2.255 petugas kesehatan yang telah berjejaring atau terdaftar dengan Sijariemas dan telah membantu 17.084 pasien gawat darurat ibu dan bayi baru lahir untuk dirujuk dengan penggunaan Call Center Sijariemas. Djoko menjelaskan, berbagai perubahan sudah terjadi di Kabupaten Karawang selama setahun terakhir. Diantaranya, jika sebelum didampingiprogram itu, fasilitas kesehatan sangat jarang memberikan MgSO4 bagi pasien pre-eklampsia berat, kini 97 persen dari 823 pasien di Puskesmas diberi MgSO4 sebelum dirujuk dan 99 pesen dari 2.160 kasus PEB/eclampsia telah diberikan MgSO4 di rumah sakit. Akan tetapi petugas pelayanan kesehatan masih terkendala dengan minimnya alat-alat kesehatan yang memadai dan kurangnya tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter anak.

keberhasilan Kabupaten Karawang dalam menurunkan tingkat kematian ibu dan anak melalui program Expanding Maternal Neonatal And Survival (EMAS) serta beberapa hal yang mendapat perhatian untuk menekan angka kematian ibu dan anak salah satunya penguatan klinis lewat Pelayanan Obstetri Neonatal  Emergensi Dasar (PONED). kemudian sistem rujukan yang cepat tanggap, dengan membuka layanan call center, adanya akuntabilitas publik seperti Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan Forum Masyarakat Madani. Selain itu, dukungan penuh dari instansi terkait, keberadaan Forum Masyarakat Madani Peduli Kesehatan Ibu, Anak, dan Bayi Baru Lahir di tingkat kecamatan dan Motivator Kesehatan Ibu dan Anak di desa turut berperan besar dalam mencapai penurunan tingkat kematian ibu dan anak. Dengan demikian program tersebut seharusnya juga dapat diterapkan pada daerah kabupaten provinsi lain untuk dapat menekan jumlah tingkat kematian ibu dan anak.


Nama : Suci nur amin
Nim    : 1500029374 / B