Kelebihan dan Kelemahan dari Kebijakan "Jaminan Pelayanan KB bagi Orang Miskin"
Data‐data memperlihatkan bahwa cakupan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi bagi masyarakat miskin masih rendah, hal ini menunjukkan akses dan kualitas pelayanan KB bagi mereka juga masih rendah. Operasionalisasi pelaksanaan kebijakan pelayanan KB bagi masyarakat miskin diduga terkendala oleh ketidaktersediaan/kurangnya input dan berbagai permasalahan pada proses pelayanan KB sehingga menentukan kualitas output yang dihasilkan. Meskipun target peserta KB baru dan aktif setiap tahun relatif baik, kontribusi peserta KB baru miskin terhadap pertambahan peserta KB aktif miskin diduga masih relatif kecil disebabkan tingginya kegagalan pemakaian kontrasepsi dan tingginya angka putus pakai kontrasepsi pada akseptor KB miskin.
Arah kebijakan tersebut dijabarkan ke dalam program dan kegiatan pembangunan kependudukan dan KB. Peningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin dan rentan dilaksanakan melalui Program KB. Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, termasuk di dalamnya upaya‐upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas. Program dan kegiatan yang terkait langsung dengan pelayanan KB bagi masyarakat miskin yang dilaksanakan selama periode 2004–2009 baik di dalam RPJMN maupun RKP.
Selain itu, layanan KB bagi masyarakat miskin juga tertuang di dalam Bab 16 (kemiskinan) RPJMN 2004‐2009. Pelayanan KB gratis bagi masyarakat miskin menjadi salah satu program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan sebagai wujud dari upaya pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan bagi masyarakat rentan.
[Kelebihan]: Penduduk miskin yang merupakan peserta Jamkesmas, Jamkesda, jaminan kesehatan lainnya, atau memiliki surat keterangan miskin dapat memperoleh pelayanan KB secara gratis di tempat‐tempat pelayanan statis seperti puskesmas, rumah sakit tertentu, dan klinik.
[Kekurangan]: Sementara, penduduk miskin di luar tersebut di atas sama sekali tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan KB gratis.
[Kelebihan]: Indikator‐indikator yang digunakan oleh BPS sampai saat ini cukup relevan dan mewakili kondisi ekonomi masyarakat, terlebih lagi pada proses pengklasifikasian dan perhitungan tingkat kemiskinan disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Selain itu, indikator BPS memiliki ukuran/parameter yang jelas sehingga akan mengurangi subjektifitas pada saat pelaksanaan pendataan.
[Kelemahan]: pelaksanaan pendataan kemiskinan mikro oleh BPS dilaksanakan 3 tahun sekali padahal penduduk miskin bersifat sangat dinamis. Hal ini menyebabkan data penduduk miskin kurang mutakhir dan dapat menyebabkan distorsi dalam implementasi program‐ program penanggulangan kemiskinan. Pada beberapa laporan disebutkan bahwa rumah tangga miskin yang tidak terdata masih cukup banyak. Biaya pelaksanaan pendataan kemiskinan mikro juga sangat besar dan membutuhkan aparat yang handal dan kompeten untuk memastikan cakupan pendataan dan validitas datanya.
Nama: Aty Choirunnisa'
NIM: 1400029100
Kelas: A