Saturday, May 13, 2017

Kebijakan Mengenai Cuti Melahirkan

Assalamualaikum wr.wb
Pak, ini tugas Saya :)
Terimakasih


Tugas Administrasi & Kebijakan Kesehatan
Menganalisis Issue Terkait Kesehatan Perempuan (Woman Health Issue)
 
Kebijakan Mengenai Hak Cuti Melahirkan
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK"), pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan atau kurang lebih 45 hari kalender sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Artinya, hak cuti hamil selama 1,5 bulan dan hak cuti melahirkan 1,5 bulan, telah diberikan oleh undang-undang secara normatif dengan hak upah penuh atau berupah/ditanggung selama menjalani cuti hamil dan cuti melahirkan tersebut (Pasal 82 ayat [1] dan  Pasal 153 ayat [1] huruf e UUK). 
Namun pada praktiknya, pekerja/buruh perempuan yang sedang hamil, tak selalu mudah menentukan kapan bisa mengambil haknya untuk cuti hamil dan melahirkan.Misalnya, wanita/pekerja tersebut melahirkan prematur, sehingga mereka melahirkan sebelum mengurus hak cuti melahirkannya.Apabila kelahiran terjadi lebih awal dari yang diperhitungkan oleh dokter kandungan, tidak dengan sendirinya menghapuskan hak atas cuti bersalin/melahirkan. Para pekerja wanita tetap berhak atas cuti bersalin/melahirkan secara akumulatif 3 (tiga) bulan. Artinya, dalam kondisi yang demikian hak cuti hamil/melahirkan mereka tidak akan hangus.
            Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) huruf d UU No. 13/2003 jo. 1320 ayat (4) dan 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa pengusaha yang akan mengatur/memperjanjikan hak cuti hamil dan cuti melahirkan, baik dalam perjanjian kerja ("PK") dan/atau dalam peraturan perusahaan ("PP") atau perjanjian kerja bersama ("PKB"), tidak boleh mengatur/memperjanjikan kurang (menyimpang) dari ketentuan normatif yang sudah menjadi hak pekerja/buruh.Sebaliknya, jika terdapat peraturan yang menyimpang mengenai hal tersebut dalam PK atau PP atau PKB, maka klausul (yang menyimpang) tersebut batal demi hukum - null and void, van rechtswege. Karena secara umum, syarat sahnya pengaturan atau perjanjian, - antara lain - tidak boleh melanggar undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak mengganggu ketertiban umum.
            Sehingga, dalam kaitan dengan hak cuti hamil dan melahirkan tersebut, pengusaha/para pihak hanya dapat mengatur/memperjanjikan (misalnya) pemberian hak cuti yang lebih dari ketentuan normatif, atau menyepakati pergeseran waktunya, dari masa cuti hamil ke masa cuti melahirkan, baik sebagian atau seluruhnya sepanjang akumulasi waktunya tetap selama 3 bulan atau kurang lebih 90 hari kalender. Selain itu diatur juga dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) UUK bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan. Apabila kemudian karena alasan kesehatan, dokter kandungan menganggap Anda memerlukan waktu istirahat (Cuti) lebih dari 3 bulan sebelum atau setelah anda melahirkan, maka Anda dapat mengajukan cuti sesuai waktu yang direkomendasikan dokter kandungan atau bidan. 

Hasil Analisis Kebijakan Mengenai Cuti Melahirkan :
1.      Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah yang tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK"),  (Pasal 82 ayat [1] dan  Pasal 153 ayat [1] huruf e UUK). Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban para pekerja wanita dan mereka bisa memulihkan kondisinya sebelum melakukan rutinitas atau pekerjaan di kantor maupun instansi lain. Hal ini juga menyangkut hak para pekerja yaitu mereka berhak hidup sehat selama menjalankan tugas sebagai pekerja dimana pun mereka bekerja, dan juga berkewajiban menjalankan peran sebagai seorang ibu/istri dengan sebaik-baiknya.
 
2.      Konten / isi dari kebijakan tersebut yaitu, pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan atau kurang lebih 45 hari kalender sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Artinya, hak cuti hamil selama 1,5 bulan dan hak cuti melahirkan 1,5 bulan, telah diberikan oleh undang-undang secara normatif dengan hak upah penuh atau berupah/ditanggung selama menjalani cuti hamil dan cuti melahirkan tersebut. Jadi kebijakan ini berisi pemberian izin kepada wanita yang akan menjalani proses kelahiran maupun yang telah melahirkan agar dapat memperoleh waktu istirahat / cuti.
 
3.      Konteks atau faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut yaitu, di latarbelakangi oleh pentingnya waktu istirahat bagi wanita, baik pada saat menjelang waktu kelahiran maupun setelah proses kelahiran. Melihat kondisi sekarang ini banyak pekerja wanita yang mengalami masalah tersebut, sehingga kebijakan ini dibuat atas dasar pemenuhan hak kepada para pekerja wanita selama menjalankan kewajiban. Kebijakan ini sangat memperhatikan masalah yang dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan ibu dan anak kesehatan, seperti pingsan akibat kelelahan, pendarahan, keguguran akibat kerja terlalu berat, kelahiran prematur, bahkan kematian ibu/anak.Untuk menghindari hal tersebut, dibuatlah kebijakan mengenai cuti melahirkan.
 
4.      Proses pembentukan kebijakan ini melalui beberapa tahapan, yaitu cara mengawali kebijakan, mengembangkan atau menyusun kebijakan, bernegosiasi, komunikasi, pelaksanaan, dan mengevaluasi.
 
a.       Mengawali kebijakan : dengan cara mengkaji permasalahan yang ada dilingkungan pekerjaan khususnya permasalahan yang dialami oleh pekerja wanita yang sedang hamil atau baru saja menjalani proses kelahiran.
b.      Mengembangkan/menyusun kebijakan : Keputusan yang telah diambil selanjutnya dikembangkan dengan cara menentukan aktor yang akan terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut. Setelah itu, dilakukan proses penyusunan kebijakan yang dilakukan oleh mereka yang berwenang (para aktor/pelaku kebijakan).
c.       Bernegosiasi : yaitu melakukan negosiasi kepada pihak-pihak terkait agar kebijakan yang telah dibuat, mendapatkan izin dan bisa di implementasikan.
d.      Komunikasi : Kebijakan yang telah dibuat, dikomunikasikan terlebih dahulu agar bisa memperoleh tanggapan ataupun masukan, baik dari pihak-pihak yang terkait maupun masyarakat.
e.       Melaksanakan atau mengimplementasikan kebijakan : kebijakan mengenai cuti melahirkan selanjutnya di implementasikan di masyarakat.
f.       Mengevaluasi kebijakan: setelah kebijakan di implementasikan, selanjutnya kebijakan tersebut dievaluasi guna menilai sejauh mana keberhasilan atau pencapaian target dari adanya kebijakan cuti melahirkan tersebut serta menilai dampak yang diperoleh dari adanya kebijakan tersebut. 
Nama    : Rika Nur Hijrah Dewi
Kelas    : A