Saturday, May 13, 2017

Isu Kesetaraan Gender Dalam Kesehatan Reproduksi

ISU KESETARAAN GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

         Gender merupakan Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi,   perbedaan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan (WHO 1998).

     Issue gender dalam elemen kesehatan reproduksi essensial:

1.      Kesehatan ibu dan bayi (safe motherhood)

a.       Ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan kaitanya dengan kesehatan dirinya misalnya menentukan kapan hamil dan dimana akan melahirkan hal tersebut berhubungan dengan kedudukan perempuan yang lemah dikeluarga dan masyarakat.

b.      Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki, misal: 1) dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang menempatkan bapak/anak laki-laki pada posisi yang diutamakan dari pada anak dan ibu perempuan hal tersebut sangat merugikan kesehatan perempuan terutama bila sedang hamil  2) tuntutan untuk tetap bekerja keras dengan ibu hamil seperti pada saat kondisi ibu tersebut tidak hamil. 3) Pantangan-pantangan bagi perempuan untuk melakukan kegiatan/ makanan-makanan tertentu yang cukup bergizi, seperti ikan dan telur.

2.      Keluarga Berencana (KB)

a.       Perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metoda kontrasepsi yang diinginkan antara lain karena ketergantungan kepada keputusan suami, info yang kurang lengkap, dan lain lain

b.      Pengambilan keputusan: partisipasi laki-laki dalam program KB sangat kecil dan kurang, namun kontrol terhadap perempuan dalam hal memutuskan untuk ber-KB sangatlah dominan.

c.       Ada anggapan bahwa KB adalah urusan perempuan karena kodrat perempuan untuk hamil dan melahirkan.

3.      Kesehatan reproduksi remaja

a.       Ketidak adilan dalam membagi tanggung jawab, misal: pada pergaulan terlalu bebas, remaja putri selalu menjadi korban dan menanggung segala akibatnya (seperti: kehamilan tidak diinginkan, putus sekolah). Ada kecenderungan untuk menyalahkan pihak perempuan, sedangkan remaja putra seolah-olah terbebas dari segala permasalahan, walaupun ikut andil dalam menciptakan permasalahanya tersebut.

b.      Dalam tindakan aborsi ilegal, yang diancam oleh sanksi dan hukum adalah perempuan yang menginginkan tindakan aborsi tersebut, sedangkan laki-laki yang menyebabkan kehamilan tidak tersentuh oleh hukum.

 

Dengan adanya isu gender tersebut dalam membuat kebijakan yang sesuai maka dapat dianalisis dengan menggunakan segitiga kebijakan

1.      Aktor atau pelaku berada di tengah kerangka kebijakan kesehatan. Pelaku atau aktor  yang menunjuk individu dalam isu kesetaran gender dalam kesehatan reproduksi esensial adalah perempuan seperti ibu rumah tangga; istri; dan remaja putri, sedangkan grup atau organisasi yang berpengaruh terhadap kebijakan adalah pemerintah, puskesmas dan rumah sakit.

2.      Isi/Content, terdapat undang-undang terkait perempuan yaitu kebijakan kesehatan ibu dan anak dalam Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan  Pasal 126-135, UU nomor 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,PP nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi,  Pasal 126 UU Pekawinan, UU PPLN (Perlindungan dan Penempatan Pekerja Luar Negeri), UU Perlindungan Nelayan, UU Kesetaraan dan Keadilan Gender, UU Kekerasan Seksual, UU Perlindungan PRT, dan UU Kesejahteraan Sosial.

3.      Konteks mengacu ke faktor sistematis-politik, ekonomi dan social, national dan international yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan. Menurut Leitcher (1979) memaparkan cara yang cukup bermanfaat:

  • Faktor situasional: 1) Setiap tahunnya, ada sebagian penduduk yang mengeluarkan biaya pelayanan kesehatan yang tinggi  2) Tanpa perlindungan, bisa jatuh miskin atau mendapat pelayanan yang kurang 2) Masalahnya menjadi lebih buruk bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
  • Faktor strutural: adanya sistem politik yang mempengaruhi kebijakan terkait isu gender dalam kesehatan reproduksi perempuan
  • Faktor budaya: terdapat beberapa daerah diindonesia dimana dalam proses persalinan tidak memakai jasa tenaga kesehatan melainkan dukun atau dengan cara melakukan persalinan sendiri. Faktor agama juga sangat berpengaruh seperti penggunakan KB yang dianggap menentang dalam ajaran Islam.
  • Faktor internasional: Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No.111 Concerning Discrimination In Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan). Sejalan dengan Konvensi ILO no.111 tahun 1958, pada tahun 1957 telah dikeluarkan kesepakatan untuk pengupahan yang sama bagi laki-laki dan perempuan melalui Konvensi ILO no.100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya, yang juga telah diratifikasi ke dalam Undang-Undang no. 80 tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO no.100   

4.      Proses mengacu kepada cara bagaimana kebijakan dimulai, dikembangkan atau disusun, dinegosiasikan, dikomunikasikan, dilaksanakan dan di evaluasi.

a.       Identifikasi masalah dan isu: isu gender dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi, keluarga berencana,  serta kesehatan reproduksi remaja

b.      Perumusan kebijakan: dalam perumusan kebijakan terdapat pihak – pihak yang terlibat antara lain pemerintah, dinas kesehatan, rumah sakit, dan puskesmas. Kebijakan tersebut dapat dihasilkan apabila sudah sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakat dan benar-benar menjadi masalah bagi masyarakat sehingga perlu untuk dibuat kebijakan. Kebijakan tersebut disetujui oleh pemerintah melalui proses dan prosedur yang sesuai dengan peraturan yang ada. Kemudian kebijakan yang telah dibuat di komunikasikan kepada masyarakat atau publik dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai

c.       Pelaksanaan kebijakan: kebijakan tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak yang terkait sehingga dapat berjalan dengan lancar. Dukungan tersebut seperti biaya, fasilitas dan sebagainya

d.      Evaluasi kebijakan: menemukan apa yang terjadi saat kebijakan tersebut dilaksanakan yaitu apakah berefek kepada pelaku atau tidak, apakah pengawasannya sudah sesuai dengan peraturan yang ada, apakah tujuan dari kebijakan tersebut telah tercapai dan apakah terjadi sesuatu yang tidak diharapkan saat kebijakan tersebut berlangsung.  Pada tahapan ini, dengan melihat berbagai aspek atau sudut pandang dari pihak-pihak yang terkait atau berwenang kebijakan tersebut dapat diubah atau dibatalkan serta kebijakan yang baru ditetapkan.

Adapun kebijakan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender dan keadilan gender yang telah ditetapkan adalah: 1) Penyadaran Gender di Masyarakat 2) Bantuan teknis dalam bentuk advokasi, sosialisasi, dan mediasi 3) Memperkuat kelembagaan pengarasutaman gender dan anak di pemerintah dan masyarakat 4) Meningkatkan ketersediaan Sistem Informasi Gender dan Umpan Balik 5) Memberikan porsi pelaksanaan program kepada daerah dan mitra kerja 6) Pengembangan sistem penghargaan (Anugerah Parahita Eka Karya).

Nama: Aty Choirunnisa'

NIM:   1400029100

Kelas: A


Virus-free. www.avast.com

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
Kampus 1: Jln. Kapas No. 9 Yogyakarta
Kampus 2: Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161
Kampus 3: Jl. Prof. Dr. Soepomo, S.H., Janturan, Warungboto, Umbulharjo, Yogyakarta 55164
Kampus 4: Jl.Ringroad Selatan, Yogyakarta
Kampus 5: Jl. Ki Ageng Pemanahan 19, Yogyakarta


Kontak

Email: info@uad.ac.id
Telp. : (0274) 563515, 511830, 379418, 371120
Fax. : (0274) 564604