Monday, June 5, 2017

Evaluasi Program Desa Siaga

Program kesehatan yang menjadi favorit saya adalah pengembangan DESA SIAGA. Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan serta kemauan untuk untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana, dan kegawadaruratan, kesehatan secara mandiri. Tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut : Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan, peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawadaruratan dan sebagainya), peningkatan kesehatan lingkungan di desa serta meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

Indikator keberhasilan pengembangan desa siaga dapat diukur dari 4 kelompok indikator, yaitu : indikator input, proses, output dan outcome (Depkes, 2009).

1.      Indikator Input

·         Jumlah kader desa siaga.

·         Jumlah tenaga kesehatan di poskesdes.

·         Tersedianya sarana (obat dan alat) sederhana.

·         Tersedianya tempat pelayanan seperti posyandu.

·         Tersedianya dana operasional desa siaga.

·         Tersedianya data/catatan jumlah KK dan keluarganya.

·         Tersedianya pemetaan keluarga lengkap dengan masalah kesehatan yang dijumpai dalam warna yang sesuai.

·         Tersedianya data/catatan (jumlah bayi diimunisasi, jumlah penderita gizi kurang, jumlah penderita TB, malaria dan lain-lain).

 

2.  Indikator proses

·         Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan dan sebagainya).

·         Berfungsi/tidaknya kader desa siaga.

·          Berfungsi/tidaknya poskesdes/UKBM/posyandu yang ada.

·         Berfungsi/tidaknya sistem penanggulangan penyakit/masalah kesehatan berbasis masyarakat.

·         Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

·          Ada/tidaknya kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari masyarakat.

3.  Indikator Output

·         Jumlah persalinan dalam keluarga yang dilayani.

·         Jumlah kunjungan neonates (KN2).

·         Jumlah BBLR yang dirujuk.

·         Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik ditangani.

·         Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat M P-AS I.

·         Jumlah balita yang mendapat imunisasi.

·         Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam.

·         Jumlah keluarga yang punya jamban.

·         Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi.

·         Jumlah keluarga menggunakan garam beryodium.

·         Adanya data kesehatan lingkungan.

·         Jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit menular tertentu yang menjAdanya peningkatan kualitas UKBM yang dibina.

4. Indikator outcome

·      Meningkatnya jumlah penduduk yang sembuh/membaik dari sakitnya.

·      Bertambahnya jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS.

·      Berkurangnya jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia.

·      Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk.

Program desa siaga dikembangkan agar masyarakat mengetahuai kondisi dirinya sendiri. Kondisi tersebut meliputi:  masalah yang ada, potensi yang ada, hambatan yang ada serta solusi yang ada. Menariknya dari sisi perencanaan adalah semua perencanaan kegiatan yang ada di desa siaga disusun melalui tahap survey mawas diri, dilanjutkan musyawarah masyarakat desa 1, musyawarah masyarakat desa 2, pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap awal pembentukan desa siaga, masyarakat diharapkan mampu mengenal dirinya sendiri sehingga kegiatan apa yang nantinya akan direncanakan akan sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat itu sendiri. Setelah mengetahui kebutuhannya, masyarakat menyusun rencana kegiatan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan yang ada di masyarakat itu sendiri. Indikator di dalam program desa siaga juga jelas, sehingga nantinya program tersebut akan lebih mudah untuk dievaluasi tingkat kebehasilanya. Sehingga tugas dari petugas kesehatan hanya sebagai fasilitator. Progam desa siaga bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

Kelas ibu hamil merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, perawatan nifas dan perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran.

Pada dasarnya setiap ibu hamil diwajibkan memiliki buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), karena di buku KIA tersebut terdapat beberapa informasi tentang kehamilan. Akan tetapi, tidak semua informasi penting termuat di buku KIA. Untuk itu, dibentuklah program kelas ibu hamil. Ditinjau dari segi perencanaan, perencanaan pada hakikatnya adalah suatu bentuk rancangan pemecahan masalah. Oleh sebab itu, adanya kelas ibu hamil merupakan salah satu pemecahan masalah dari identifikasi masalah-masalah yang berhubungan dengan angka kematian ibu (AKI) yang terjadi di Indonesia.

 

a)      Kelebihan Desa Siaga

·        Melalui program Desa Siaga, masyarakat menjadi sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong-royong.

·        Masyarakat menjadi mandiri, berdaya dan pro aktif dalam membangun desa.

·        Masyarakat mudah mendapatkan pelayanan ksehatan dasar dengan adil dan merata, dengan adanya Poskesedes tanpa harus repot ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

b)      Kekurangan Desa Siaga

·         Keberhasilan program Desa Siaga bergantung pada kualitas Sumber Daya Manusia yang baik. Sedangkan kualitas SDM yang baik sangat minim.

·         Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat desa belum paham tentang fungsi Poskesdes dan Desa Siaga.

·         Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang pelayanan di Poskesdes,

·         Peran Kepala Desa. Ada kepala Desa yang tidak memiliki visi untuk pembangunan desa berwawasan kesehatan sehingga tidak mau menjalankan program desa siaga.

·         Lemahnya koordinasi antara PusKesMas/Bidan Desa dengan Relawan Kesehatan Desa (RKD).

·         Kurangnya pengetahuan RKD, sehingga perannya tidak optimal.

·         Sosialiasi Desa Siaga oleh pemerintah yang masih lemah dan perlunya perubahan pola pendekatan kepada masyarakat, bahwa masyarakat tidak sekedar obyek, namun harus mengambil peran aktif; sementara pemerintah juga harus berubah dari pola pendekatan birokrasi menjadi pelayan masyarakat, sehingga kebijakan benar-benar memihak rakyat.

·         Pendanaan.

Kegiatan program desa siaga ditanggung oleh desa, sedangkan desa sendiri mengalami keterbatasan dana. sehingga kepala desa enggan untuk mengembangkan program desa siaga.

 


Nama : Maisanny Abd Gani
NIM : 1500029238
AKK Kelas C