Friday, May 12, 2017

Kebijakan Menteri Kesehatan RI No. 34 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim

ISU KESEHATAN KANKER SERVIKS
Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. (Dwi Maryanti, 2009: hal.4). Kesehatan reproduksi berdampak panjang. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi mempunyai konsekuensi atau akibat jangka panjang dalam perkembangan dan kehidupan sosial. (Intan Kumalasari, 2012: hal.13). Kesehatan reproduksi juga mengimplikasikan seseorang berhak atas kehidupan seksual yang memuaskan dan aman. Seseorang berhak terbebas dari kemungkinan tertulari penyakit yang dapat berpengaruh pada organ reproduksi, dan terbebas dari paksaan. (Marmi, 2013: hal.5)
Kanker serviks adalah kanker ketiga yang dijumpai pada sistem reproduksi wanita. Kanker serviks dapat diklasifikasikan menjadi preinvasif dan invasif. Kanker serviks preinvasif, berkisar dari perubahan abnormal minimal dari leher  rahim sampai perubahan sel-sel kanker yang menutupi leher rahim secara abnormal. Kanker serviks invasif terjadi bila sel-sel kanker menembus kebagian terdalam dari jaringan leher rahim dan tersebar langsung ke organ didalam kandung pelvis atau secara langsung ke organ yang jauh melalui pembuluh getah bening. Penyebab kanker serviks adalah HPV (Human Papilloma Virus) yang sangat mudah menyebar dan menular.Pertumbuhan kanker serviks ini disebut dengan stadium. Semakin tinggi tingkat stadium maka semakin tinggi pula tingkat keganasan kanker. Dan harapan untuk hiudp semakin tipis.

Dengan adanya women health issue tentang kanker serviks dalam membuat kebijakan yang sesuai maka dapat dianalisis menggunakan segitiga kebijakan:
1.      Aktor atau pelaku, Individu adalah Ibu Rumah Tangga, Grup adalah Pekerja seks, sedangkan organisasi adalah pemerintah, puskesmas dan rumah sakit.
2.      Isi/ content, terdapat Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Rahim
3.      Konteks, mengacu ke faktor sistematis-politik, ekonomi dan sosial, national, dan internasional yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan.
a.       Faktor situasional: misalnya saat peperangan dapat terjadi penyebaran penyakit kanker servik karena pada saat peperangan banyak perempuan yang menjadi budak seks, suami yang tinggal jauh dari isteri, faktor kebutuhan ekonomi.
b.      Faktor structural: kanker serviks di pengaruhi adanya kebiasaan seks bebas.
c.       Faktor budaya: terdapat di beberapa daerah di Indonesia yang budayanya masih melakukan seks secara bebas, atau ada juga yang budayanya perempuan dapat memilih pasangan hidup dengan melakukan seks terlebih dahulu bahkan jika belum sesuai dengan keinginannya dia akan terus menunggu pasangan yang cocok dengannya  dengan melakukan seks dengan pria yang berbeda-beda
d.      Faktor Internasional: kegiatan pariwisata yang masih banyak mengandung unsur seks bagi wisatawan mancanegara di Indonesia
4.      Proses, mengacu kepada cara bagaimana kebijakan dimulai, dikembangkan atau disusun, dinegosiasikan, dikomunikasikan, dan dilaksanakan evaluasi.
a.       Identifikasi masalah: kanker serviks dapat menular dan mematikan
b.      Perumusan kebijakan: terdapat pihak-pihak yang masuk kedalam perumusan kebijakan antara lain pemerintah, rumah sakit, puskesmas, dinas kesehatan. Kebijakan tersebut ditetapkan dan disetujui pemerintah sesuai dengan prosedur dan proses yang ada.
c.       Pelaksanaan kebijakan: kebijakan yang telah dibuat oleh pihak yang berwenang di laksanakan dalam kegiatan sehari-hari untuk menanggulang penyerabaran penyakit kanker seviks.
d.      Evaluasi kebijakan: mencari tahu apakah kebijakan yang telah dibuat memiliki hasil yang sesuai dengan yang diinginkan pemerintah dalam menurunkan penyebaran penyakit kanker serviks serta kelemahan dan kelebihan dari kebijakan yang telah di buat yang sehingga nantinya kebijakan yang telah di buat dapat di perbaiki menjadi atau dibatalkan.


Disini saya hanya di tekankan pada kanker Leher Rahim
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim adalah Program pelayanan kesehatan masyarakat berkesinambungan di bidang penyakit kanker payudara dan kanker leher rahim yang mengutamakan aspek promotif dan preventif kepada masyarakat disertai pelayanan kesehatan perorangan secara kuratif dan rehabilitatif serta paliatif yang berasal dari masyarakat sasaran program maupun atas inisiatif perorangan itu sendiri yang dilaksanakan secara komprehensif, efektif, dan efisien.
3. Kanker Leher Rahim adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama.

Pasal 2
Pengaturan Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim dalam Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a.   meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi dampak sosial, budaya, serta ekonomi akibat penyakit Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim pada individu, keluarga, dan masyarakat;
b. memberikan kepastian hukum dalam pelayanan kesehatan masyarakat maupun pelayanan kesehatan perorangan yang efisien dan efektif untuk membudayakan jaga kesehatan dan meningkatkan perilaku sehat masyarakat, mengurangi faktor risiko kesehatan masyarakat, mendiagnosis dan mengobati kasus agar terjadi penurunan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim;
c. menjamin keberlanjutan program melalui perolehan data dan informasi status dan derajat kesehatan masyarakat serta peningkatan mutu penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat maupun perorangan di bidang penyakit Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim;
d. memperluas cakupan penapisan massal pada masyarakat sesuai dengan sasaran program yang ditetapkan oleh Menteri; dan
e. meningkatkan mutu profesionalisme pejabat kesehatan masyarakat dan profesi dalam bidang penyakit Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim di Indonesia.

Pasal 3
(1)      Pemerintah dan pemerintah daerah bertangggung jawab menyelenggarakan Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim.
(2)      Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui pendekatan pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan.
(3)      Pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjuk satuan kerja atau unit pengelola program yang bertugas untuk melaksanakan penanggulangan secara terencana, terarah, efektif, efisien, dan berkesinambungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(4)      Untuk mendukung keberhasilan Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, setiap fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan perorangan harus melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai bentuk dan sifat masing- masing berdasarkan arah dan kebijakan Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim.

Pasal 4
(1)     Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim dalam bentuk pelayanan kesehatan masyarakat meliputi kegiatan yang bersifat promotif dan preventif.
(2)     Kegiatan yang bersifat promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyuluhan kepada anggota masyarakat dan lembaga/kelompok masyarakat di fasilitas umum, jejaring/media dalam ruang maupun di luar ruang, media cetak, media elektronik, media sosial, perkumpulan sosial budaya, keagamaan dan kegiatan/lembaga publik lainnya.
(3)     Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk:
a.       menciptakan/mentradisikan perilaku Cerdik; dan
b.      menurunkan faktor risiko secara alamiah/non intervensi/swadaya masyarakat.
(4)     Perilaku Cerdik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi cek kesehatan berkala, enyahkan asap rokok, rajin aktifitas fisik, diet sehat, istirahat cukup, dan kelola stress.
(5)     Kegiatan yang bersifat promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tokoh/kelompok masyarakat.
(6)     Kegiatan yang bersifat promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan melalui penyelenggaraan promosi kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7)     Untuk menjaga mutu pelayanan, kegiatan yang bersifat promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disupervisi atau dikoordinasi secara berkala oleh tenaga promosi kesehatan yang diakui oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
(8)     Kegiatan yang bersifat preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mencegah berkembangnya faktor risiko di fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan di fasilitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan berwenang.
(9)     Kegiatan yang bersifat preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (8) meliputi:
a.       perlindungan khusus massal;
b.      penapisan/skrining massal; dan
c.       penemuan dini massal serta tindak lanjut dini.
(10) Kegiatan penapisan/skrining massal dan penemuan dini massal serta tindak lanjut dini sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b dan huruf c yang dilakukan pada masyarakat sehat dapat dilaksanakan oleh dokter atau bidan terlatih di fasilitas kesehatan tingkat pertama atau fasilitas umum yang memadai.\
(11) Dokter atau bidan terlatih sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dihasilkan melalui pelatihan oleh pemerintah/pemerintah daerah dengan mengikutsertakan organisasi profesi atau lembaga pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 5
Terhadap hasil skrinning massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (9) huruf b dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a.       pengumpulan atau pengelompokan perorangan yang berasal dari masyarakat sasaran program yang memiliki hasil Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) positif untuk kemudian dilakukan kegiatan krioterapi secara massal paling lambat 1 (satu) tahun setelah waktu pemeriksaan.
b.      anggota masyarakat yang memiliki hasil positif sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat dilakukan tindak lanjut dengan krioterapi atau langsung dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas krioterapi setelah dilakukan konseling yang adekuat sesuai kebutuhan klien;
c.       terhadap anggota masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak langsung dilakukan tindak lanjut krioterapi sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan pemeriksaan ulang IVA pada saat sebelum dilakukan tindakan krioterapi; dan
d.      apabila pada pemeriksaan massal sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c ditemukan curiga kanker, anggota masyarakat tersebut harus dirujuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6
(1)     Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan meliputi kegiatan yang bersifat kuratif, rehabilitatif dan paliatif dengan tidak mengabaikan tindakan promotif dan preventif perorangan sebagai bagian dari masyarakat.
(2)     Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. komunikasi, Informasi, dan edukasi; dan b. diagnosis, terapi, prognosis, dan pelayanan paliatif.
(3)     Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum.
(4)     Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi di fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan melalui interaksi dengan masyarakat atau kelompok masyarakat bekerja sama dengan pemilik atau pengelolanya yang berwenang.
(5)     Diagnosis, terapi, prognosis, dan pelayanan paliatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus dilaksanakan oleh dokter spesialis yang berwenang di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
(6)     Pelayanan paliatif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilaksanakan secara terpadu untuk dapat memastikan peningkatan kualitas hidup pasien.

Pasal 7
(1)   Selain penapisan/skrining massal dan penemuan dini massal serta tindak lanjut dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (9) huruf b dan huruf c, kegiatan penapisan/skrining dan penemuan dini serta tindak lanjut dini dapat dilakukan atas inisiatif masyarakat yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)   Kegiatan penapisan/skrining dan penemuan dini serta tindak lanjut dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang dapat dilaksanakan oleh dokter terlatih atau bidan terlatih di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
(3)   Tindak lanjut dini sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh dokter terlatih berupa tindakan krioterapi berdasarkan hasil penapisan/skrining dan penemuan dini lesi pra Kanker Leher Rahim

Nama: Tri Septianingsih
Kelas: A


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
Kampus 1: Jln. Kapas No. 9 Yogyakarta
Kampus 2: Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161
Kampus 3: Jl. Prof. Dr. Soepomo, S.H., Janturan, Warungboto, Umbulharjo, Yogyakarta 55164Kampus 4: Jl.Ringroad Selatan, YogyakartaKampus 5: Jl. Ki Ageng Pemanahan 19, Yogyakarta


Kontak

Email: info@uad.ac.id
Telp. : (0274) 563515, 511830, 379418, 371120
Fax. : (0274) 564604